Imam mengangkat Sakramen Mahakudus sesudah komuni.
Pengantar Redaksi: Homili Kamis Putih Romo Lammarudut Sihombing, CICM, terdiri dari tiga gagasan. Ketiganya bisa dibedakan tetapi merupakan satu rangkaian. Berikut ini kami sajikan gagasan pertama dan kedua lebih ringkas dari aslinya. Sedang gagasan ketiga kami sajikan seutuhnya karena merupakan permenungan tentang hakikat pelayanan yang digali dari Perjamuan Terakhir sebagai misteri penetapan Ekaristi.
Tradisi mencuci kaki bangsa Israel
Gagasan pertama menjelaskan tradisi mencuci kaki bangsa Israel. Alam Israel sebagai padang gurun dan penuh debu menjadikan tradisi membasuh kaki sebagai keharusan karena kaki dengan alas terbuka atau sama sekali tanpa alas akan menjadi bagian paling kotor.
Pentahtaan Sakramen Mahakudus di Altar.
Pembasuhan kaki tidak hanya menyangkut hubungan sesama manusia, misalnya tuan rumah harus menyediakan air untuk pembasuhan kaki tamunya, tetapi juga hubungan manusia dengan Allah.
Misalnya sebelum bertemu raja pun orang harus membasuh kaki dan tangannya. Begitu pula untuk memasuki tempat-tempat suci para Imam pun diharuskan membasuh tangan dan kaki mereka.
Imam mendupai Altar di awal upacara.
Mencuci kaki itu perlu demi kebersihan. Jika sekarang seluruh dunia menggalakkan cuci tangan alasan dasarnya bukanlah karena virus corona, melainkan karena kebersihan supaya hidup tetap sehat.
Gagasan kedua berkaitan dengan pandemi Covid-19 tahun 2020 ini yang tidak memungkinkan liturgi pembasuhan kaki pada Hari Raya Kamis Putih dilakukan. Bisa dikatakan terjadi lockdown antara gembala dan umatnya.
Penghormatan kepada Sakramen Mahakudus.
“Secara pribadi Romo merasakan kesedihan yang mendalam pada Kamis Putih tahun ini, dan saya kira ini juga terjadi pada hati para Imam karena kami terpisah dari umat yang kami kasihi. Sungguh tidak mudah untuk menghayati sebuah pelayanan perayaan Ekaristi secara online, memberi sakramen rekonsiliasi, pendamaian secara online,” kata Romo Lamma dengan suara berat.
Sesudah meceritakan adanya umat yang meminta Sakramen Perminyakan, dan misa requiem yang terpaksa diadakan secara terbatas keluarga, sementara untuk orang meninggal akibat Covid-19 tidak bisa diadakan misa requiem, Romo Lama mengungkapkan, “Sekali lagi sesuatu kepedihan.”
"Tak mudah menghayati pelayanan Perayaan Ekaristi online."
Meskipun tetap bersyukur kepada Tuhan karena teknologi membantu menjembatani perjumpaan umat beriman dalam perayaan-perayaan iman lewat live streaming, kerinduan umat untuk menerima Komuni secara sakramental pun tidak dimungkinkan. “Sekali lagi tahun 2020 ini menjadi peziarahan yang mendalam bagi kita semua sebagai umat beriman,” kata Romo Lamma.
Walaupun demikian Romo Lamma mengimbau, meskipun di gereja tidak ada pembasuhan kaki, keluarga-keluarga tetap bisa melakukannya secara sederhana. Orangtua dengan anak-anak, suami dengan istri dan sebaliknya bisa saling membasuh kaki.
Petugas nyanyian live streaming: terbatas dan berjarak.
Gagasan ketiga tentang hakikat pelayanan yang digali dari Perjamuan Terakhir. (Yoh 13:1-15)
Saudara-saudari terkasih. Hari Raya Kamis Putih mengingatkan kita pada peristiwa penting di hari-hari terakhir hidup Yesus, yakni pada malam perjamuan terakhir di mana Yesus memberikan tubuh dan darahNya sebagai makanan dan minuman yang menyelamatkan dalam bentuk pengorbanan hidupNya sampai tuntas untuk menebus dosa umat manusia.
Dan dalam perjamuan terakhir itu Yesus membasuh kaki para rasulNya dan memberi wejangan perpisahan, “Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu supaya kamu juga berbuat seperti apa yang sudah Kuperbuat kepadamu.”
Altar Misa Kamis Putih dengan dekorasi sederhana.
Ketika Yesus membasuh kaki para rasulNya, Simon Petrus bereaksi, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Tentu reaksi ini sebagai ungkapan bahwa Yesus sebagai seorang Guru tidak pantas melakukan hal itu karena membasuh kaki adalah pekerjaan seorang hamba, seorang budak pada tuannya. Namun Ia rela melakukan sesuatu yang begitu sederhana, yang begitu rendah. Ia mau melakukan pekerjaan hina ini dan duduk bersimpuh di bawah kaki para rasulNya.
Yesus menjawab kepada Simon Petrus, “Apa yang Aku perbuat Engkau tidak mengerti saat ini. Tetapi engkau akan memahaminya kelak.”
Penata gambar tim yang bertugas, Rafaela Chandra.
Tentu maksud dari pembasuhan kaki itu bukanlah sekadar soal upacara ritual, melainkan suatu tindakan hati. Yakni ungkapan nilai dari kerelaan untuk merendahkan diri. Jadi pembasuhan kaki bukan hanya ungkapan kasih Yesus kepada para rasulNya tetapi sebagai suatu ungkapan kasih di antara para rasul dan semua orang yang percaya. Sebab itu Yesus berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu supaya kamu berbuat seperti apa yang telah Kuperbuat kepadamu.”
Yesus sendiri telah memberi contoh suatu kerendahan hati dalam suatu tindakan simbolis yang mengejutkan para rasul, yakni dengan membasuh kaki mereka. Bagaimana hal sehina ini Ia lakukan? Bukankah membasuh kaki hanya dilakukan seorang budak terhadap tuannya? Sekarang perbuatan itu dilakukan oleh seorang Guru kepada murid-muridNya. Dia yang adalah Tuhan dan Guru sekaligus menjadi hamba.
Kevin Meydio (paling kanan), pengarah videografi.
Sikap merendahkan diri inilah makna pembasuhan kaki yang sejatinya; ajaran keteladanan untuk merendahkan diri dalam melayani Tuhan dan sesama. “Sikap ini tidak mudah, Saudara-Saudariku. Tidak mudah dilakukan, apalagi ketika manusia terbelenggu sikap egois, angkuh, sombong, merasa diri benar, merasa diri berkuasa, dan mudah meremehkan orang lain.”
Sesungguhnya perayaan Kamis Putih ini menjadi introspeksi diri bagi kita, pelayanan tanpa kerendahan hati bisa dikatakan sia-sia. Sebab semangat dari pelayanan adalah pengorbanan. Semangat dari pelayanan itu berkorban seperti yang diungkapkan Yesus dalam Perjamuan Terakhir bersama para muridNya, bahwa dalam rupa roti dan anggur Ia menyerahkan diriNya, Ia mengorbankan diriNya, tubuh dan darahNya sendiri. Inilah bukti pengorbanan diriNya yang sungguh total kepada manusia, yang akhirnya diwujudkan dalam sengsara dan wafat di kayu salib.
Bacaan kedua dari Surat Santo Paulus kepada jemaat di Korintus kembali mengingatkan kita akan pentingnya perjamuan Ekaristi di mana Tuhan secara sakramental terus meneguhkan kita akan keselamatan yang telah dianugerahkan kepada kita. Peneguhan ini menuntut suatu tindakan nyata dari kita. (1Kor 11:23-26)
Jassen Novaris, Switcher tim live streaming Komsos.
Dalam situasi saat ini apa yang bisa kita lakukan, Saudara-saudariku, pada masa wabah Covid-19 melanda kita? Jadi semua membutuhkan bantuan, termasuk diri kita sendiri.
Meskipun kita membutuhkan bantuan, tetapi beranikah kita untuk memiliki kerelaan berbagi dari apa yang kita miliki kepada orang yang sangat membutuhkan? Beranikah kita berbagi dari apa yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan?
Pelayan liturgi sangat dibatasi, termasuk putra altar.
Meskipun tindakan kita ini tidak akan secara langsung menyelesaikan masalah bagi orang yang kita bantu itu, tetapi paling tidak bisa membuat mereka survive, bertahan di masa-masa sulit ini.
Saudara-saudara terkasih. Keberanian ini sekali lagi membutuhkan sebuah pengorbanan. Orang yang rela berkorban adalah orang yang mau merendahkan dirinya, merendahkan hatinya, seperti yang telah diteladankan oleh Yesus. “Berbuatlah seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Terpujilah Tuhan sekarang dan selama-lamanya. Amin.
Pembasuhan kaki Keluarga Bp Andre-Ibu Endang.
Transkripsi: ps/ Foto-foto: Walter Arya/Video: Endang W