Memaknai Misa “Live Streaming” di Tengah Wabah Virus Corona

27 Maret 2020
  • Bagikan ke:
Memaknai Misa “Live Streaming” di Tengah Wabah Virus Corona

Romo Lamma memimpin misa live streaming pertama di Pinang.

Menurut surat edaran Dewan Paroki Harian (DPH) Paroki Ciledug tertanggal 24 Maret 2020, terkait perpanjangan masa darurat Covid-19 hingga 30 April 2020, Misa Pekan Suci, Misa Mingguan, dan Misa Harian di Pinang dan Balai Metro ditiadakan.

Umat tetap dapat mengikuti Misa Mingguan dan Pekan Suci yang akan disiarkan langsung secara online melalui live streaming di youtube Gereja Santa Bernadet Pinang di rumah masing-masing. Misa dilaksanakan tanpa dihadiri umat.

sibuk3-

Tim live streaming Komsos dalam misa Prapaskah IV, Minggu (22/3).

Menindaklanjuti surat edaran DPH tersebut, beberapa hari terakhir ini tim live streaming Komsos Santa Bernadet ekstra sibuk mempersiapkan misa live streaming di Gereja Pinang, termasuk untuk Minggu, 29 Maret 2020, meski TVRI juga akan memfasilitasi misa daring itu. Diskusi virtual tentang update dan upgrade infrastruktur terus dilakukan untuk memberikan persembahan terbaik.

Memaknai misa “live streaming”

Di atas semuanya itu, muncul pertanyaan, bagaimana kita memaknai misa live streaming?

Romo Lammarudut Sihombing, CICM, menyampaikan refleksi tentang makna misa live streaming terkait menyebarnya wabah virus corona dalam homili misa live streaming yang diadakan untuk pertama kalinya di Gereja Santa Bernadet, pada hari Minggu Prapaskah IV, 22 Maret 2020.

Berikut ini disampaikan pokok-pokok gagasan Romo Lamma. Untuk mengikutinya  secara lengkap, silakan melihat kembali youtube Gereja Santa Bernadet.

Sesuai kalender liturgi, refleksi Romo Lamma berpijak pada Minggu Prapaskah IV sebagai Minggu laetare (sukacita). Dalam hidup yang selalu diwarnai berbagai persoalan silih berganti yang kadang membuat kita kecewa, cemas, dan ketakutan, tidak berarti bahwa kita tidak bisa mengalami sukacita.

pristy-

Mengikuti misa live streaming di rumah.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari itu mengajarkan bahwa Allah selalu menyertai, memberikan hikmat atau kebijaksanaan kepada setiap manusia dalam menjalani hidupnya. Allah menyertai Samuel yang harus mencari pengganti Saul (1 Sam 16). Juga perjumpaan si buta dengan Yesus yang membuatnya mengalami sukacita, melihat, terbebas dari kebutaannya, bisa melihat, karena kuasa Tuhan (Yoh 9:1-49).

Yesus menolak pendapat bahwa penderitaan atau penyakit disebabkan oleh dosa seseorang. Dalam Injil, melalui orang buta, Allah hendak menyatakan kekuasaanNya.

Kekuasaan Allah dinyatakan bukan hanya melalui hal-hal yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, bahkan penderitaan. Kita dapat melihat dalam jalan salib, Yesus memilih jalan penderitaan untuk menyatakan kemuliaan Allah.

Pertanyaan reflektifnya: apakah kita mau belajar dan terbuka terhadap setiap rencana Allah dalam berbagai pengalaman hidup kita, khususnya ketika kita sakit, mengalami kekecewaann, kegagalan, atau bahkan kehilangan orang yang kita sayangi?

wreku-

Kitab 1 Samuel menunjukkan Allah selalu menyertai kita.

Dibutuhkan keterbukaan mata hati, mata batin kita untuk melihat dan menerima terang dari Allah yang akan memampukan kita mengalami anugerah dan sekaligus kemuliaan Allah dalam berbagai peristiwa kehidupan kita.

Hormati nilai tertinggi manusia

Menyikapi wabah virus corona sekarang ini kita menyaksikan fenomena langka, yaitu terjadinya sebuah keputusan yang sama antara pemimpin pemerintahan, para pemimpin agama, dan institusi swasta—sebuah keputusan yang jarang, bahkan nyaris mustahil terjadi.

Keputusan tersebut didasari oleh keinginan luhur, rasa hormat yang sama kepada nilai tertinggi dari manusia, yaitu hidup itu sendiri.

Romo Lamma kemudian mengajak untuk merefleksikan kehidupan ini dengan kejernihan pikiran, kerendahan hati. Mengutip Sokrates, filsuf Yunani kuno, ia mengatakan bahwa “hidup yang tidak direfleksikan sesungguhnya tidak layak dihidupi”.

arya5--

Tidak beribadah di gereja adalah bentuk sikap saling mendukung.

Para pemimin pemerintahan dan pemimpin agama mengajak seluruh rakyatnya, seluruh umatnya, untuk menarik diri sejenak, tinggal di rumah. “Ini adalah sebuah bentuk penghargaan kepada hidupnya sendiri dan juga hidup sesamanya, dengan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, bahkan beribadah dari rumah.”

Kita harus menyikapi kebijakan tersebut dengan kejernihan hati dan pikiran. “Beribadah di rumah maksud pemerintah bukan melarang beribadah. Tidak! Hati-hati, bisa saja orang salah tafsir atau salah persepsi, dan orang yang demikian harus dibuka mata batinnya supaya bisa melihat ini secara keseluruhan.”

Peribadatan dihargai oleh pemerintah, tapi karena virus corona kita diajak mengurangi pertemuan dalam skala besar. Peribadatan tetap bisa dilakukan di rumah.

vita-_1

Rumah sebagai family atau keluarga, representasi kehidupan.

Peristiwa ini juga kembali menyadarkan kita bahwa rumah bukan sebagai properti semata tetapi terlebih sebagai family, yaitu keluarga sebagai representasi kehidupan itu sendiri. Kejadian ini pun mengajak agar kita manusia tidak angkuh melainkan menyadari dan mengakui kelemahan kita, terlebih di hadapan Tuhan.

Kita juga diuji untuk menghidupi iman kita untuk memelihara kehidupan kita dan kehidupan orang lain dengan memperhatikan kebersihan dan kesehatan. Itulah sebabnya kita perlu saling memberikan dukungan untuk mengatasi wabah ini agar cepat berlalu.***

Teks: ps/ Foto-foto ilustrasi: Tim Komsos, Stevanus Pristi, Whatsapp

Facebook Sanberna

Twitter Sanberna