Dengan diantar sahabat-sahabatnya, banyak di antaranya anggota komunitas lansia Simeon-Hanna St Bernadet, Ibu M Th Irene Corry Wangke Soesilo yang meninggal Kamis lalu dikremasi di Krematorium Oasis Lestari Kota Tangerang, Sabtu (15/6).
Mengenakan kaos biru seragam lansia, sekitar 30-an anggota Simeon-Hanna Santa Bernadet itu naik bus besar yang disediakan pihak keluarga, berangkat dari rumah kediaman di Kompleks Barata sekitar jam 09.30.
Jam 08.00 pagi harinya di rumah keluarga Pak Soesilo itu Romo Lammarudut Sihombing CICM dan seorang romo tamu mempersembahkan misa requiem yang diiringi oleh koor Simeon-Hanna dan dihadiri sebagian besar anggota Dewan Pengurus Harian (DPH) Paroki Ciledug serta umat lainnya.
Tampak hadir Wakil Ketua DPH Aritasius Sugiya dan anggota lainnya seperti Anastasia Setyawati, Albertus Sukindro, Stevanus Pristi Wahyudono, GM Budi Suryanto, dan Bernardus Bambang Hermanto.
Kesaksian
Sesudah misa requiem beberapa orang diberi kesempatan memberikan kesaksian tentang Ibu Th Irene semasa hidupnya.
Pak Ari Sugiya yang memberikan sambutan dan berbicara atas nama umat Gereja Santa Bernadet Paroki Ciledug mengenang Ibu Irene sebagai orang yang telah memberikan teladan dalam pelayanan Gereja dengan totalitas. “Ibu Irene adalah teladan paripurna dalam pelayanan,” katanya.
Tokoh warga setempat, Pak Jarwo, dari RT 01/RW 07 Kompleks Barata mengatakan bahwa Ibu Irene adalah wanita yang sangat aktif dalam menggalakkan hidup sehat. “Dia tokoh Posyandu. Dia mendirikan Posyandu. Papan namanya masih terpasang di depan rumah ini sampai sekarang,” katanya.
Anak kedua Ibu Irene, Bernadetta Arini Hayuwidyaningrum yang akrab disapa Ninis, dengan suara yang sering terbata-bata mengenang ibunya itu sebagai orang yang menanamkan kemandirian dalam mendidik anak-anaknya.
“Hubungan saya dengan mama terkesan kurang dekat karena mama memang ingin anak-anaknya independen,” kata Ninis yang tinggal di Taiwan itu. “Mama tidak mau merepotkan anaknya. Ia tipe orang yang pandai menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya,” imbuhnya.
Sementara itu Romo Lamma menceritakan pengalamannya ketika berjumpa dengan Ibu Irene di pastoran. Setiap kali datang ke pastoran Ibu Irene meneteskan air mata. “Sampai-sampai saya bercermin dulu jika akan bertemu beliau, jangan-jangan wajah saya menakutkan sehingga membuatnya menangis,” seloroh Romo Lamma disambut tawa hadirin. “Ternyata Ibu Irene menangis karena bahagia. Air mata tidak selalu tanda kesedihan,” katanya.
Usai upacara brobosan jenazah Ibu Irene diberangkatkan ke Krematorium Oasis Lestari Kota Tangerang, diiringi rombongan pengantar yang menggunakan kendaraan-kendaraan pribadi dan bus besar yang membawa sahabat-sahabatnya.
Teks: ps/ Foto-foto: Hari Kristanto, ps, Komunitas Simeon-Hanna