Romo Jeremias Balapito Duan MSF yang penuh daya.
It Didn’t Start With You. Judul buku yang ditulis Mark Wolynn ini, adalah salah satu referensi yang disampaikan oleh Romo Jeremias Balapito Duan MSF, seorang pastor yang mendalami pastoral keluarga serta pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Di bukunya itu, Wolynn mengulas bagaimana trauma warisan keluarga membentuk diri kita sekarang. Lebih jauh, dalam seminar Back to Basic: Family, Membentuk Keluarga dalam Terang Injili, di Aula Gereja Santa Bernadet Pinang, Sabtu, 14 September 2024 lalu, Romo Jere mengupas aspek-aspek yang membentuk diri kita saat ini, yakni dari aspek psikospiritual, psikososial, dan psikogenetik. Namun, terutama adalah pendekatan psikospiritual.
Hadir sekitar 270 peserta.
Dibawakan dengan banyak canda dan ice breaking, Romo Jere mampu membawa sekitar 270 peserta seminar mengikuti materi dengan serius, dari pukul 09.30 hingga hampir jam 17.00 sore. Menurut Romo Jere, dengan ikut seminar ini, diharapkan pikiran umat jadi lebih terbuka. ”Menyangkut siapa Anda dari latar belakang diri Anda,” kata Romo Jere dalam seminar tersebut. Pengenalan dan penerimaan ini penting, karena nantinya akan berpengaruh pada bagaimana diri Anda dalam keluarga, termasuk pengasuhan anak.
Ice breaking.
Salah satu yang menjadi fokus Romo Jere adalah mereka yang pernah mengalami keguguran dan aborsi. ”Karena janin itu manusia, jadi mereka pun harus diperlakukan sebagai manusia yang meninggal dunia,” ucap Romo Jere. Menurut pengalaman Romo Jere dalam pendampingan keluarga, banyak pasangan yang sulit punya anak, karena menyimpan pengalaman sedih setelah keguguran. Bahkan, Romo Jere yang saat ini bermukim di Paroki Santa Maria Gubug, Grobogan, Jawa Tengah, juga membuka sesi rekoleksi pribadi bagi beberapa pasangan yang pernah mengalami keguguran, pada hari Minggu, 15 September 2024.
Keguguran dan aborsi menjadi salah satu fokus bahasan.
Dalam seminar tersebut, Romo Jere juga banyak mengulas aspek psikososial yang membentuk diri kita sekarang ini. Menurut Romo, ada delapan tahap kehidupan manusia yang harus diselesaikan setiap tahapnya. ”Karena kalau tidak berhasil diselesaikan, maka akan jadi penghambat,” jelas Romo Jere. Misalnya saja dalam tahap pertama kehidupan, dari usia 0 tahun sampai 1,5 tahun adalah masa membangun kepercayaan. Maka, pada tahap ini, Romo menyarankan agar para orangtua selalu dekat dengan anak-anak mereka. Selanjutnya, usia 1,5 tahun sampai 3 tahun merupakan masa membangun otonomi dan disambung sampai umur 5 tahun adalah masa inisiatif bagi kehidupan manusia.
”Jika Anda tidak selalu ada bagi anak-anak dalam tahap perkembangan mereka, jangan harap saat dewasa mereka bisa dekat dengan Anda,” tegas Romo Jere.
Nah, pada aspek psikogenetiklah, buku Wollyn berjudul It Didn’t Start With You menjadi salah satu referensi Romo Jere. ”Buku ini mengulas tinjauan ilmiah jejak personalitas seseorang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Karena, sejarah akan terulang,” jelas Romo Jere yang menekankan bahwa orangtua yang kita sukai dan dekat waktu kecil, akan menjadi panduan saat kita mencari jodoh.
Romo Jere membawakannya dengan banyak canda.
Vera, peserta yang datang bersama suaminya, mengaku tertarik dengan seminar ini karena bertema psikospiritual. Kendati mendapat informasi seminar pada waktu yang sudah mepet, Vera berhasil mendaftar. Ia punya harapan besar dapat menambah wawasan melalui seminar ini. ”Karena saya dan suami punya pengalaman sendiri, dalam latar belakang keluarga kami masing-masing,” jelas warga Wilayah Fabiola ini.
Mengikuti setiap sesi seminar bersama Romo Jere, ternyata benar membawa pandangan baru bagi Vera dan suaminya. Mereka menyadari pengalaman masa lalu tersebut, dan akan berusaha semaksimal mungkin menerapkan pola asuh yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Seminar yang menggugah pertanyaan.
Adapun Aloysius, peserta seminar yang berprofesi sebagai guru, mengaku tertarik ikut seminar karena bertema keluarga. Ia berharap bisa mendapatkan wawasan baru dari seminar ini. ”Sebaiknya, memang Gereja banyak menyelenggarakan seminar bertema keluarga,” kata Aloysius yang bermukim di Wilayah Maria tersebut.
PIC Seminar BKSN Arum Pranastuti (kanan).
Bukan tanpa alasan, Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) dan Seksi Kerasulan Kitab Suci (SKKS) mengadakan seminar yang mengambil tema psikospiritual dan keluarga dalam rangka Bulan Kitab Suci Nasional 2024 ini. Christina Arum Pranastuti, PIC Seminar BKSN mengatakan tema ini diambil setelah keluarga menjadi isu dalam sesi-sesi konsultasi biro psikologi yang digelar para relawan di Paroki Pinang beberapa bulan belakangan. ”Ternyata banyak persoalan terkait keluarga, yang dialami umat,” jelasnya.
Bu Endang (kiri) dan Bu Shinta-Pak Sapta, Ketua SKK (kanan).
Seminar bertema serupa, sejatinya juga pernah diselenggarakan pada tahun 2017. ”Waktu itu, yang banyak dibahas adalah aspek psikogenetik,” sambung Arum.
Menjelang akhir sesi seminar, Romo Jere menjelaskan mengenai Genogram, yang dikembangkan oleh Murray Bowen. Ini adalah peta yang menyajikan gambaran peta emosional keluarga. Pasalnya, anggota keluarga Anda terdahulu, seperti kakek nenek dan ayah ibu, mewariskan nilai, peran, sikap dan perilaku yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Nah, warisan emosional apa yang akan Anda wariskan ke anak cucu nanti?
Sebagian peserta foto bersama Romo Jere.
Klik segitiga putih, lalu klik Youtube untuk mendapatkan visualisasi lebih baik.
Di bagian akhir acara pasutri diminta untuk saling mengucapkan janji: "Aku memilihmu, dan Kau adalah keputusanku."
Untuk melihat album foto dan video lengkap Seminar BKSN Back to Basic: Family, klik di sini.
Peliput: Ika/ Foto-foto dan Video: Panitia BKSN/Album Uploader: Jassen