Gua Natal di Gereja Santa Bernadet.
Waktu Tuhan pasti yang terbaik dan tak pernah Dia ingkari Janji-Nya.
Minggu pagi, 25 Des 2022 adalah kali pertama, setelah 33 tahun menanti, saya dapat beribadat di dalam gereja baru, sebuah gereja yang sesungguhnya, yang dibangun di tanah kami sendiri, melalui banyak susah dan tetesan air mata.
Ketika pada Natal pagi, saya diberi waktu Tuhan ambil bagian dalam Perjamuan Kudus, saya terpana kagum dengan bangunan gereja yang indah dan megah ini. Akan tetapi, mata imanku menuntun hati dan jiwa raga ini, untuk kagum yang sejati hanya pada Sosok yang layak disembah, yakni Anak Domba Allah, Sang Penebus Dosa Manusia, Immanuel, Allah Beserta kita. Dia itu Yesus Tuhan, yang telah menuntunku sampai ke tempat ini, palungan ini, dari pengembaraan yang begitu lama dan perjalanan panjang yang sangat berliku.
Tuhan telah menghapus segala luka masa laluku dan menggantinya dengan Damai Sejati, damai yang tak sanggup diberikan oleh dunia ini.
Terima kasih para penggiat pembangunan Rumah Tuhan ini. Saya akan terus berdoa: "Semoga, siapapun yang ikut dalam pembangunan gereja ini, langsung atau tidak, takkan sekalipun tertali oleh kebanggaan semu. Sebaliknya, setiap kali diberi waktu merayakan perjamun kudus, 'kan bersamaku setia berlutut di depan altar Tuhan, palungan yang kudus, dan berdoa: "Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh."
Ketika refleksi ini kutulis, hujan baru saja reda, dan udara sedemikian dingin, menembus kulit tuaku yang tak lagi dilapisi banyak lemak. Dari jauh sayup terdengar lagu merdu kesukaanku:
Siapakah aku ini, Tuhan?
Kasih setiaMu yang ku rasakan
Lebih tinggi dari langit biru
Kebaikan-Mu yang telah Kau nyatakan
Lebih dalam dari lautan
Siapakah aku ini Tuhan
Jadi biji mata-Mu
Dengan apakah ku balas Tuhan
Selain puji dan sembah Kau
Salam sehat dan relalah menjadi bintang penuntun sampai ke palungan.
Jlitheng
Teks: Steve Madyo/Foto ilustrasi: Ana