Menerapkan Pola Konsumsi Makanan Sehat dan Ekonomis

18 Oktober 2022
  • Bagikan ke:
Menerapkan Pola Konsumsi Makanan Sehat dan Ekonomis

Flyer webinar HPS Wanita Katolik RI St Bernadet.


Dalam menyambut Hari Pangan Sedunia 16 Oktober 2022, Bidang Pendidikan Pengurus Wanita Katolik RI Cabang Santa Bernadet mengadakan webinar dengan tema pangan. Menghadirkan narasumber Romo Ferry Sutrisna Widjaja, Pr, webinar mengambil tema “Menerapkan Pola Konsumsi Makanan Sehat dan Ekonomis”.

Webinar diikuti oleh 79 peserta dari kalangan Wanita Katolik RI Cabang Santa Bernadet. Dimulai jam 14.00, webinar dengan moderator Hendrika Yunapritta itu diawali dengan doa pembukaan (dipimpin oleh Ibu Dwi Ratnani).

Narsum dan Ika yunaprita-- (3)--PAKAI

Narasumber Romo Ferry Sutrisna Wijaya, Pr, dan moderator Hendrika Yunapritta.


Setelah sambutan dari Ibu Widi Astuti, Ketua Dewan Pengurus Cabang Wanita Katolik RI Cabang Santa Bernadet, moderator memperkenalkan sosok Romo Ferry sebagai salah satu pendiri Eco Learning Camp Foundation. Beliau sangat konsern dengan isu-isu lingkungan hidup dan sejak 2014 berkarya di Eco Camp, Dago Pakar, Bandung.

Peserta1--AA (2)PAKAI

Peserta webinar.


Moderator menjelaskan, Eco Camp mengampanyekan tujuh aspek Kesadaran Baru Hidup Ekologis kepada seluruh masyarakat lintas agama. Salah satu aspeknya adalah hemat demi keadilan sosial. Untuk satu aspek ini dan dalam rangka Hari Pangan Sedunia, seharusnya kita bisa berperan aktif. Pasalnya, menurut Kementerian Lingkungan Hidup, 39,8% dari sampah yang dibuang di Indonesia adalah sampah makanan. Kalau dihitung dengan uang, dikutip dari Surat Gembala Uskup Agung Jakarta, di Tangerang orang membuang sampah makanan senilai Rp 5 juta per tahun.

Peserta1-BB (2)PAKAI

Peserta webinar.


Sumber-sumber polusi yang merusak

Romo Ferry memulai presentasinya dengan sumber-sumber polusi yang merusak alam secara keseluruhan. Salah satu kontributor terbesar gas rumah kaca adalah industri pertanian (24%), selain pengadaan listrik (25%).

Industri pertanian diselenggarakan secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Di sisi lain, terjadi sistem pengolahan pangan yang tidak sehat dan tidak adil yang dikendalikan oleh sistem politik dan ekonomi yang dikuasai nafsu mencari keuntungan setinggi-tingginya dari perusahaan-perusahaan di dunia.

Ketua WKRI Cab Bernadet (2)PAKAi

Ketua Wanita Katolik RI Cabang St Bernadet Ibu Widi Astuti.


Ketidakseimbangan pasokan pangan telah mengundang keprihatinan Gereja Katolik. Pada 24 Mei 2015, dalam Ensiklik Paus Fransiskus tentang Perawatan Rumah Kita Bersama (Ensiklik Laudato Si’/LS), disebutkan kebiasaan memboroskan dan membuang (makanan) telah mencapai suatu tingkat yang belum pernah ada sebelumnya (LS 27). Selain itu, kita tahu bahwa kurang lebih 1/3 dari seluruh makanan yang diproduksi dibuang dan setiap kali makanan dibuang, seolah-olah kita mencuri dari meja orang miskin (LS 50).

Tidak perlu kulkas besar

Indonesia, dalam paparan Romo Ferry, merupakan juara kedua produsen sampah pangan terbanyak di dunia setelah Saudi Arabia (Food Sustanaible Index 2018). Penduduk Indonesia tiap tahun membuang 13 juta ton sampah makanan atau setara Rp 27 triliun, menurut data BPS 2017. Di lain pihak, kita juga mengalami ketergantungan impor bahan pangan. Misalnya saja, impor gandum kita Rp 2,7 triliun setahun dari Ukraina dan Kanada, lantas impor kedelai (94% dari Amerika), buah-buahan (Australia dan Thailand), dan beberapa komoditas lain.

Peserta2-A (2)PAKAI

Peserta webinar.


Nah, apa yang bisa kita lakukan? Mulailah mengonsumsi makanan organik dan bahan pangan lokal. Harga bahan pangan organik sedikit lebih mahal, namun lebih menyehatkan. Asalkan kita punya akses pembelian, harga bahan pangan organik tidak beda jauh dengan harga pangan biasa.

Selain itu, mulai mengurangi konsumsi daging dan ikan, perbanyak makan sayur hasil panenan lokal. Banyak mitos yang sejak dulu sudah tertanam di masyarakat, misalnya konsumsi kacang-kacangan menyebabkan asam urat. Padahal, kandungan purin terbanyak ada di jeroan. Hal ini banyak dijelaskan melalui video wawancara dengan dokter Susianto, MKM, ahli nutrisi yang mendalami gaya hidup vegetarian. Asumsi bahwa protein paling banyak ada di daging ternyata salah kaprah. Menurut dr Susianto, telur mengandung protein 12%-13%, daging 9%-21%, ikan 16%-23%, sedangkan tempe 34%.

Peserta2-B (2)PAKAI

Peserta webinar.


Romo Ferry juga menyarankan agar selalu memasak dalam jumlah secukupnya, bahan pangan dan masakan yang fresh adalah yang terbaik. Tidak perlu mempunyai kulkas yang besar, karena dengan demikian kita cenderung menyimpan makanan. Bahkan, kadang sampai lupa, hingga akhirnya makanan dan bahan makanan itu kadaluwarsa dan dibuang.

Acara webinar ini ditutup sekitar pukul 15.50 dengan doa oleh Ibu Elianti Kirana dan berkat penutup dari Romo Ferry.


Fakta dan Data tentang Lingkungan Hidup Kita

fakta dan data-1 (2)-PAKAI

Kebiasaan membuang-buang makanan.


Sumber gas rumah kaca (2)-PAKAI

Sumber gas rumah kaca.


Kontribusi gas rumah kaca-PAKAI (2)

Kontributor emisi gas rumah kaca berdasarkan sektor ekonomi.


Fakta dan data 2--komposisi limbah global-PAKAI

Komposisi limbah global.


Teks & Foto: Humas-Wanita Katolik RI Cabang St Bernadet


Catatan informatif Redaksi

Gas rumah kaca adalah gas yang menahan sinar matahari di atmosfer sehingga terperangkap di permukaan bumi (panas matahari terperangkap oleh atmosfer bumi) dan membuat bumi semakin panas. Gas ini menimbulkan kondisi yang disebut sebagai efek rumah kaca, penyebab pemanasan global.

Purin adalah hasil metabolisme protein yang dapat membentuk kristal asam urat dan dapat menumpuk pada sendi-sendi tangan, kaki, serta ginjal/saluran kencing. (dari berbagai sumber)

Tags
WKRI

Facebook Sanberna

Twitter Sanberna