Buku-buku materi sebagai panduan.
Kelompok Spiritualitas Kitab Suci Emmaus Journey Paroki Ciledug sekitar awal Mei tahun ini akan menyelesaikan pembelajaran Angkatan VII yang tertunda karena pandemi sejak tahun 2020.
Untuk setiap angkatan, peserta belajar 4 buku panduan, yaitu:
Beberapa hari lalu sejumlah peserta Angkatan VII ini, yaitu beberapa perangkat karya paroki, bersedia membagikan pengalamannya. Setiap pribadi punya pengalaman yang unik, namun secara umum mereka merasakan perubahan dan pembaharuan dalam pola penghayatan imannya. Berikut ini kesaksian mereka.
Ignatius Budhi Prabowo, Koordinator Wilayah Yohanes.
Merasa diteguhkan kembali iman kepercayaannya kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang Juruselamat, pemberi janji hidup kekal bersama-Nya. Tidak lagi mudah goyah ketika mengalami peristiwa yang tidak sesuai keinginan atau harapannya. Untuk mencapai ini prosesnya panjang, karena harus menekuni pembelajaran Buku 1, Buku 2, dan Buku 3, serta pendalaman 7 Sabda Yesus dari atas kayu salib.
Kecuali itu, ia mengaku lebih memahami tata cara berdoa yang baik, merenungkan Sabda-Nya setiap hari, tahu makna batu penjuru dan batu sandungan; menyadari unsur-unsur dalam hidup beriman, yaitu percaya, penyerahan diri, dan—di atas segalanya—ada pengharapan dan kasih. Semakin dirasakan pentingnya menjadi rendah hati di hadapan sesama dan Tuhan.
Ignatius Indra Gunawan, Ketua Seksi HAAK.
Ia mengenal EJ dari salah satu “alumni” EJ, yaitu umat selingkungannya. Awalnya merasa berat mengikuti gerakan spiritualitas Kitab Suci ini. Banyak godaan yang bisa jadi alasan untuk menyerah, seperti beratnya pertemuan selama 2-3 jam, sulitnya menerjemahkan buku panduan, dan tak mudahnya membagi waktu karena masih aktif kerja.
Namun, ia tidak tahu kenapa, setiap kali mau menyerah, serambi hatinya galau dan menyeruak kerinduan untuk bertemu, berkumpul, sharing bersama dalam kelompok EJ-nya (Wilayah St Sesilia).
Keakraban dan kekeluargaan yang terbangun dalam kelompok mengalahkan keinginannya untuk mundur. Sebaliknya ia rindu untuk selalu hadir menekuni sesi per sesi bersama fasilitator yang dirasanya begitu gamblang mengurai materi serta ayat-ayat Kitab Suci. Ia mengaku, “Dari situlah iman saya bertumbuh.”
Pandemi yang cukup lama (2 tahun) dan kesabaran justru membuahkan hasil dengan ditempuhnya metode daring untuk pembelajaran lanjutan. “Tentu saja saya sambut dengan suka cita,” kata Pak Igun, sapaan akrabnya.
Metode daring itu dirasanya menjadi solusi paling tepat untuk mengobati kerinduan berbagi pengalaman iman, pembahasan Kitab Suci, yang semakin menyuburkan imannya.
Achilleus Sri Maryadi, Koordinator Wilayah Isidorus
“Jangankan membuat renungan, membaca Kitab Suci saja tidak; hanya dalam Ekaristi saja saya mendengarkan Firman-Nya,” ungkapnya tentang pengalaman sebelum mengikuti EJ.
Kalau dulu emosinya mudah tersulut dan ada keinginan balas dendam ketika disakiti orang, tidak demikian setelah ikut EJ. Itu, menurut pengakuannya, terjadi berkat ketekunan mendalami ajaran-Nya dan merenungkannya. “Ada kerinduan yang mendalam, sampai bisa membuat renungan (jurnal) lebih dari satu, dan berusaha untuk mewujudnyatakannya dalam kehidupan,” katanya lagi.
“Saya kini menjadi orang yang pemaaf, melupakan yang pernah menyakiti serta mendoakannya,” imbuhnya lagi. Maka ia berharap semakin banyak umat yang bisa membaca dan merenungkan Kitab Suci, agar mengalami suka cita dalam hidupnya, damai dan mengandalkan Tuhan, serta menyadari akan rahmat dan anugerah dari-Nya.
Teks: Tim SKKS, ps (editor)/ Foto-foto: Screenshot